Jumat, 01 Juli 2011

Reduksi besi (III)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakikatnya, fotografi merupakan teknik untuk menghasilkan gambar yang tahan lama melalui suatu reaksi kimia yang terjadi, ketika cahaya menyentuh permukaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Jika ditilik sejarahnya, fotografi pertama kali ditemukan pada tahun 1839 oleh Louis Daguerre, sebagai konsekuensi langsung perkembangan di bidang kimia dan optikal. Istilah fotografi pun berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yang berarti menulis dengan cahaya.
Fotografi telah menjadi bagian tak terelakkan dalam kehidupan manusia di seluruh dunia. Bahkan, orang awam dapat berhadapan dengan seribu hasil fotografi tiap harinya, baik dalam bentuk foto, iklan dan di berbagai media massa sampai di pinggir jalan. Fotografi baru masuk dan berkembang di Indonesia, kira-kira setelah berkembang selama hampir satu abad di Barat, tepatnya pada seperempat akhir abad ke-19 sebagai alat dokumentasi. Dalam perjalanan perkembangan fotografi di Indonesia, kini ada gejala menarik yang diperlihatkan oleh anak-anak muda di negeri ini. Semakin banyak dari mereka yang tertarik pada bidang fotografi dan berusaha mendalaminya. Kemudian semakin banyak pula sekolah atau pelatihan fotografi yang mengajarkan para muridnya teknik-teknik dasar fotografi, seperti penguasaan kamera, penataan cahaya, dan proses cuci cetak foto.
Proses cuci cetak ini ternyata melibatkan reaksi kimia, yaitu reaksi reduksi besi (III) dengan garam oksalat dan bantuan cahaya. Lewat informasi inilah dilakukan praktikum ini untuk mempelajari reaksi tersebut lebih jauh.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari percobaan ini yaitu bagaimana cara untuk mengetahui pengaruh cahaya terhadap prosese reduksi garam besi (III) oksalat?

C. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui pengaruh cahaya terhadap proses reduksi besi (III) oksalat.

D. Manfaat Percobaan
Adapun manfaat dari percobaan ini yaitu agar mahasiswa dapat mengetahui tentang pengaruh cahaya terhadap proses reduksi garam besi (III) oksalat.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Meski dunia digital telah merambah hampir ke setiap bidang beberapa cara konvensional masih digunakan. Salah satunya bidang fotografi. Saat ini orang lebih banyak menggunakan fotografi digital karena teknologi telah membuatnya lebih mudah digunakan daripada fotografi konvensional. Dengan digital orang tidak perlu menggunakan film, repot dalam pencucian film dan pencetakan di atas kertas foto yang mahal. Namun fotografi konvensional yang menggunakan film seluloid agaknya belum akan ditinggalkan, terbukti dengan makin banyaknya produk-produk film baru di pasaran. Baik fotografi digital maupun konvensional memiliki prinsip yang sama yaitu membuat citra atau gambar yang ditangkap oleh sel-sel elektronis peka cahaya dan hasilnya bisa langsung dilihat pada layar monitor. Untuk fotografi konvensional, gambar ditangkap oleh film dan terjadi reaksi fotokimia. Setelah proses pencucian dan pencetakan baru dapat dilihat hasilnya.
Keterampilan cuci cetak dapat dipelajari dari aspek ilmiah, yakni dari sudut elektrokimia dan fotokimia. Apabila ion besi (II) (Fe2+) direaksikan dengan heksasiano ferrat (III), (Fe3+) maka akan terbentuk larutan biru. Besarnya pengaruh cahaya terhadap reduksi besi (III) (Fe3+) menjadi besi (II) (Fe2+) akan tampak sesuai dengan kepekatan warna biru yag terbentuk.
Film foto pada dasarnya merupakan emulsi perak halida (biasanya bromida AgBr) dalam gelatin. Bila film terkena cahaya, butiran perak bromida teraktifkan sesuai dengan tingkat cahaya yang mengenainya. Film yang telah terkena cahaya bila dimasukkan ke dalam larutan pengembang pereduksi lemah misalnya metol, amidol atau hidrokuinon C6H4(OH)2, butir perak bromida teraktifkan membentuk perak logam yang hitam. Semakin kuat intensitas cahaya, perak logam hitam yang terjadi semakin banyak. Begitu pula sebaliknya, Semakin lemah intensitas cahaya maka perak logam hitam yang terbentuk sedikit.
Proses ini menghasilkan bayangan foto. Selanjutnya perak bromida yang tak teraktifkan jika terkena cahaya, akan tereduksi menjadi logam perak hitam. Logam perak hitam yang terbentuk menghasilkan bayangan film. Agar bayangan film melekat pada film maka harus difiksasi (diikat). Pengikat (fikser) yang umum dipakai adalah natrium tiosulfat. Orang fotografi biasa menyebut hipo. Pada proses pengikatan terjadi reaksi sebagai berikut : AgBr (s) larut dalam larutan fikser terbentuk ion perak kompleks.
Meskipun film warna sudah menjadi bagian keseharian dalam dunia fotografi, namun era film hitam putih belum akan menjadi film langka yang perlu dilindungi. Dokumen-dokumen penting seperti rapor, ijazah, paspor, masih mensyaratkan penggunaan film hitam putih. Apalagi di daerah, film hitam putih masih banyak digunakan untuk KTP, SIM, dan sebagainya. Hal itu dimungkinkan karena proses pencetakannya yang relatif sederhana, bisa dilakukan oleh siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Murah lagi! Membandingkan dengan kamera digital yang tanpa film dan tanpa proses cuci cetak, jelas kurang afdal.
Menyelusuri foto hitam putih, kita harus berterima kasih kepada para bapak bangsa Indonesia yang sejak awal abad ke-20 ini telah mengantarkan sampai Indonesia merdeka. Mereka mengimpikan, bagaimana sejarah bangsa Indonesia dapat diabadikan dan dikenang kembali ribuan tahun kemudian. Tentu kita akan sangat kecewa kalau apa yang diimpikan ternyata hanya dalam bilangan bulan, foto-foto perjuangan dan bersejarah masa lalu dan masa kini, mudah berubah menjadi kuning dan buram.
Pada proses cuci dan cetak film hitam putih, ternyata ada reaksi yang pernah/sedang kita pelajari, yakni reaksi oksidasi dan reduksi. Film hitam putih maupun kertas foto mengandung partikel-partikel perak bromida, AgBr yang tersebar pada lapisan tipis film/kertas foto. Apabila film/kertas foto terkena cahaya, akan terjadi reaksi :
AgBr AgBr*
Tanda * menyatakan AgBr tereksitasi oleh cahaya. Apabila film yang telah digunakan dan terkena cahaya tersebut dicuci dalam larutan pengembang (developer), akan terjadi reaksi :
2 AgBr *(s) + C6H6O2 (aq) 2 Ag(s) + 2 HBr (aq) + C6H4O2 (a)
Cairan pengembang C6H6O2 dalam bahasa kerennya disebut hidrokuinon, dalam hal ini bertindak sebagai zat pereduksi. Jadi dalam reaksi itu terjadi proses reaksi redoks.
Oksidasi :
C6H6O2 (aq) C6H4O2 (aq) + 2 H+ + 2 e-
Reduksi:
2 Ag+ + 2 e- 2 Ag (s)
Di samping hidrokuinon, dalam larutan pengembang perlu ditambahkan metol (N-metil-p-aminofenol sulfat). Metol berfungsi sebagai zat superaditif, yang efeknya tidak dapat digantikan dengan memberikan jumlah yang berlebih pada hidrokuinon yang sudah ada. Metol ini bertindak sebagai zat pereduksi juga. Aktivitas hidrokuinon dapat dipacu dengan menambahkan sedikit phenidone (1-phenyl-3-pyrazolidinone). Karena larutan pengembang/developer ini bekerja efektif pada lingkungan basa, maka kita perlu mencampurkan larutan potasium karbonat (atau sodium karbonat) sebagai aktivator untuk memperoleh lingkungan basa dengan pH pH 9,5 - 10,5; larutan sodium sulfit, sebagai pengawet dan potasium bromida sebagai restainer.
Film dipasang di bawah enlarger, lalu cahaya 100 watt dinyalakan. Akan tampak bayangan film itu di atas kertas. Kalau bayangan itu sudah tepat, matikan lampu dan ganti kertas dengan kertas cetak foto. Nyalakan kembali lampu selama sekian detik. Kertas foto kemudian dicelupkan pada larutan pengembang selama beberapa menit. Angkat, kemudian ganti celupkan ke dalam larutan stop batch untuk menghentikan reaksi.
Selanjutnya kertas foto itu dicelupkan pada larutan fixer, lalu kertas foto dibilas dengan air mengalir. Jadilah sebuah foto yang indah, yang kualitasnya bergantung pada lama pencahayaan, jauh dekatnya film dengan kertas foto, waktu pencelupan, kualitas kertas foto, usia pakai cairan, pembilasan, dan sebagainya, termasuk keterampilan operatornya.
Tahap akhir setelah fixing adalah pembilasan dengan guyuran air mengalir supaya terbentuk bayangan yang permanen. Proses pembilasan ini bertujuan membuang kompleks perak tiosulfat dan ion tiosulfat. Jika ion tiosulfat masih tertinggal pada film/kertas foto, maka zat ini akan bereaksi dengan perak yang sudah terbentuk foto/gambar, sehingga bayangan foto akan menjadi kecoklatan/kekuningan karena akan terbentuk noda-noda perak sulfida. Jadi pembilasan dengan air yang mengalir itu sangat perlu supaya kualitas foto/gambar menjadi prima.
S2O32- + 2 AgO SO32- + Ag2S
Tentu saja masih banyak keterampilan yang menunjang agar proses cuci cetak film hitam putih menjadi lebih indah, apalagi bila ditunjang dengan pengetahuan kimia untuk meramu zat pengembang/developer yang cocok dan mengontrol proses-proses yang terjadi.
Ion besi besi (III) (Fe3+) dapat direduksi oleh asam oksalat menjadi besi (II) (Fe2+). Pengaruh penyinaran terhadap pereksi ini sangat besar, karena adanya sinar akan mempercepat proses reduksi tersebut.
Unsur besi (Fe) dalam suatu sistem Periodik Unsur (SPU) termasuk ke dalam golongan VIII. Besi dapat dibuat dari biji besi dalam tungku pemanas. Biji besi biasanya mengandung Fe2O3 yang dikotori oleh pasir (SiO2) sekitar 10%, serta sedikit senyawa sulfur, fosfor, aluminium, dan mangan. Besi dapat pula dimagnetkan.
Besi yang murni adalah logam berwarna putih – perak, yang kukuh dan liat. Ia melebur pada 15350C. jarang terdapat besi komersial yang murni, biasanya besi mengandung sejumlah kecil karbida, silisida, fosfida dan fulfida dari besi, serta sedikit grafit. Zat-zat pencemar ini memainkan peranan penting dalam kekuatan struktur besi. Besi dapat di magnitkan. Asam klorida encer atau pekat dan asam sulfat encer melarutkan besi, pada mana di hasilkan garam-garam besi (II) dan gas hidrogen.
Fe + 2 H+ à Fe2+ + H2
Fe + 2 HCl à Fe2+ + 2 Cl- + H2
Asam sulfat pekat yang panas, menghasilkan ion-ion besi (III) dan belerang dioksida :
2 Fe + 3 H2SO4 + 6 H+ à 2 Fe3+ + 3 SO2 + 6 H2O
Dengan asam nitrat encer dingin, terbentuk ion besi (II) dan ammonia :
4 Fe + 10 H+ + NO3- à 4 Fe2+ + NH4+ + 3 H2O
Asam nitrat pekat, dingin, terbentuk ion besi menjadi pasif, dalam keadaan ini, ia tidak bereaksi dengan asam nitrat encer dan tidak pula menderak tembaga dan larutan air suatu garam tembaga.
Unsur besi (Fe) dalam suatu Sistem Periodik Unsur (SPU) termasuk ke dalam golongan VIII. Besi dapat dibuat dari biji besi dalam tungku pemanas. Biji besi biasanya mengandung besi (III) oksida (Fe2O3) yang dikotori oleh pasir silikon dioksida (SiO2) sekitar 10% serta sedikit senyawa sulfur, fosfor, aluminium dan mangan. Besi dapat pula dimagnetkan. Endapan pasir besi, dapat memiliki mineral-mineral magnetik seperti magnetik (Fe3O4), hematit (α- Fe2O3) dan maghemit (γ- Fe2O3). Mineral-mineral tersebut mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan industri. Magnetit, misalnya, dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk tinta kering (toner) pada mesin photo-copy dan printer laser, sementara maghemit adalah bahan utama untuk pita-kaset.
Ion besi (II) dapat mudah dioksidasikan menjadi besi (III), maka merupakan zat pereduksi yang baik. Semakin kurang asam larutan itu, semakin nyatalah efek ini dalam suasana netral atau basa bahkan oksigen dari atmosfer akan mengoksidasikan ion besi (II). Garam-garam besi (III) atau feri diturunkan dari oksida besi (III), Fe2O3. Garam besi (III) ini lebih stabil daripada garam besi (II). Dalam larutannya, terdapat kation-kation Fe3+ yang berwarna kuning muda, jika larutan mengandung klorida, warna menjadi semakin kuat. Zat-zat pereduksi mengubah ion besi (III) menjadi besi (II). Ion ferro [Fe(H2O)6]2+ memberikan garam berkristal.
Besi membentuk dua deret garam yang penting. Garam-garam besi (II) (atau ferro) diturunkan dari besi (II) oksida, FeO. Dalam larutan, garam-garam ini mengandung kation Fe2+ dan berwarna sedikit hijau. Ion-ion gabungan dan kompleks-kompleks yang berwarna tua adalah juga umum. Ion besi (II) dapat mudah dioksidasi menjadi besi (III), maka merupakan zat pereduksi yang kuat. Semakin kurang asam larutan itu, semakin nyatalah efek ini, dalam suasana netral atau basa bahkan oksigen dari atmosfer akan mengoksidasi ion besi (II). Maka larutan besi (II) harus sedikit asam bila ingin disimpan untuk waktu yang agak lama. Ion ferro [Fe(H2O)6]2+ memberikan garam berkristal. Garam Mohr (NH4)2SO4. Fe(H2O)6 SO4 cukup stabil terhadap udara dan terhadap hilangnya air dan umumnya dipakai untuk membuat larutan baku Fe2+ bagi analisis volumetri dan sebagai zat pengkalibrasi dalam pengukuran magnetik. Sebaliknya FeSO4.7H2O secara lambat melapuk dan berubah menjadi kuning cokelat bila dibiarkan dalam udara.
Besi yang sangat halus bersifat pirofor. Logamnya mudah larut dalam asam mineral. Dengan asam bukan pengoksidasi tanpa udara, diperoleh FeII. Dengan adanya udara atau bila digunakan asam nitrat (HNO3) encer panas, sejumlah besi menjadi Fe (III). Asam klorida encer (HCl) atau pekat dan asam sulfat (H2SO4) encer melarutkan besi, dimana akan dihasilkan garam-garam besi (II) dan gas hidrogen. Besi murni cukup reaktif. Dalam udara lembab cepat teroksidasi menghasilkan besi (III) oksida hidrat (karat) yang tidak sanggup melindungi, karena zat ini hancur dan membiarkan permukaan logam yang baru terbuka. Pemisahan besi dilakukan dengan mereduksi besi oksida menggunakan kokas dalam tanur. Besi yang diperoleh mengandung 95% Fe dan 3-4% O, serta sedikit campuran besi kasar lantakan (pigiron). Besi tuang diperoleh dengan menuangkan besi kasar dan rapuh dan hanya digunakan jika tidak menahan getaran mekanik atau panas misalnya pada mesin dan rem. Suatu bahan yang digunakan dalam proses peleburan besi yaitu biji besi, batu kapur (CaCO3) dan kokas (C). Semua bahan ini dimasukkan dari atas menara. Pada bagian bawah dipompakan udara yang mengandung oksigen. Salah satu kereakitfan besi yang merugikan secara ekonomi adalah korosi, penyebabnya adalah udara dan uap air membentuk besi (III) dioksida (Fe2O3). Bilangan oksidasi besi adalah +2 dan +3, tetapi umumnya besi (II) lebih mudah teroksidasi spontan menjadi besi (III). Oksidasi besi yang telah dikenal adalah FeO, Fe2O3 dan Fe3O4. Oksidasi FeO sulit dibuat karena terdisproporsionasi menjadi Fe dan Fe2O3.
Endapan pasir besi, dapat memiliki mineral-mineral magnetik seperti magnetik (Fe3O4), hematit (α- Fe2O3), dan maghemit (γ- Fe2O3). Mineral-mineral tersebut mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan industri. Magnetit, misalnya, dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk tinta kering (toner) pada mesin photo-copy dan printer laser, sementara maghemit adalah bahan utama untuk pita-kaset.
Besi (III) (Fe3+) mengadopsi geometri oktahedro, tetapi ligan ion klorida dapat menghasilkan geometr tetrahedron ion tetrakloroferat(III) [FeCl4]- yang berwarna kuning dan dapat diisolasi dari penambahan HCl pekat ke dalam larutan heksaaquaferat (III) [Fe(H2O)6] 3+ menurut persamaan rekasi:
[Fe(H2O)6] 3+(aq) + 4 Cl-(aq) [FeCl4]- (aq) + 6H2O
Uji adanya ion besi (III) dapat dilakukan dengan penambahan larutan ion heksasianoferat (II) [Fe(CN)6]4-, terjadinya endapan biru Prusian besi (III) heksasianoferat (II) Fe4[Fe(CN)6]3 membuktikan adanya ion besi (III):
4Fe3+(aq) + 3 [Fe(CN)6]4-(aq) Fe4[Fe(CN)6]3(s)
Warna biru senyawa ini sering dimanfaatkan untuk kepentingan pembuatan tinta, cat, termasuk pigmen cetak biru. Uji adanya ion besi (III) yang paling sensitif adalah dengan menambahkan kalium tiosianat [K2(SCN)]- terjadinya warna merah darah ion pentaaquatiosianattobesi (III) [Fe(H2O)5(SCN)]2+ membuktikan adanya ion besi (III):
[Fe(H2O)6] 3+(aq) + SCN- [Fe(H2O)5(SCN)]2+ (aq) + H2O(l)
Warna ini sangat sensitif, mudah dikenali, sehingga hadirnya sekelumit pengotor ion besi (III) dapat terdeteksi.
Adapun sifat-sifat dari unsur besi yaitu besi mudah berkarat dalam udara lembab dengan terbentuknya karat (Fe2O3.nH2O), yang tidak melindungi besinya dari perkaratan lebih lanjut, maka daripada itu besi ditutup lapisan dengan logam zat–zat yang lain seperti timah, nikel, seng dan lain–lain sedangkan bila dipijarkan di udara besi akan membentuk Fe2O3 (ferri oksida) dan menggerisik serta jika suatu besi tidak termakan oleh basa, besi dapat larut dalam asam sulfat encer dan asam klorida dengan membentuk H2, asam sulfat pekat tidak memakan besi.
Besi(III) klorida atau feri klorida adalah suatu senyawa kimia yang merupakan komoditas skala industri, dengan rumus kimia FeCl3. Senyawa ini umum digunakan dalam pengolahan limbah, produksi air minum maupun sebagai katalis, baik di industri maupun di laboratorium. Warna dari kristal besi(III) klorida tergantung pada sudut pandangnya: dari cahaya pantulan ia berwarna hijau tua, tapi dari cahaya pancaran ia berwarna ungu-merah. Besi(III) klorida bersifat deliquescent, berbuih di udara lembap, karena munculnya HCl, yang terhidrasi membentuk kabut.
Logam besi mudah larut dalam asam mineral. Dengan asam bukan pengoksida tampa udara, diperoleh Fe2+. Dengan adanya udara atau bila digunakan HNO3 encer panas, sejumlah besi menjadi Fe3+. Medianpengoksidasi yang sangat kuat seperti HNO3 pekat atau asam-asam yang mengandung dikromat membuat besi pasif
Besi(III) klorida bereaksi dengan cepat terhadap oksalat membentuk kompleks [Fe(C2O4)3]3−. Garam-garam karboksilat lainnya juga membentuk kompleks, seperti sitrat dan tartarat. Besi(III) klorida adalah agen oksidator yang sedang, mampu mengoksidasi tembaga(I) klorida menjadi tembaga(II) klorida. Agen pereduksi seperti hidrazin dapat mengubah besi(III) klorida menjadi kompleks dari besi(II).
Asam oksalat adalah senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 dengan nama sistematis asam etanadioat. Asam dikarboksilat paling sederhana ini biasa digambarkan dengan rumus HOOC-COOH.Merupakan asam organik yang relatif kuat, 10.000 kali lebih kuat daripada asam asetat. Di-anionnya, dikenal sebagai oksalat, juga agen pereduktor. Banyak ion logam yang membentuk endapan tak larut dengan asam oksalat, contoh terbaik adalah kalsium oksalat (CaOOC-COOCa), penyusun utama jenis batu ginjal yang sering ditemukan.
Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl). Ia adalah asam kuat, dan merupakan komponen utama dalam asam lambung. Senyawa ini juga digunakan secara luas dalam industri. Asam klorida harus ditangani dengan wewanti keselamatan yang tepat karena merupakan cairan yang sangat korosif.
Asam klorida pernah menjadi zat yang sangat penting dan sering digunakan dalam awal sejarahnya. Ia ditemukan oleh alkimiawan Persia Abu Musa Jabir bin Hayyan sekitar tahun 800. Senyawa ini digunakan sepanjang abad pertengahan oleh alkimiawan dalam pencariannya mencari batu filsuf, dan kemudian digunakan juga oleh ilmuwan Eropa termasuk Glauber, Priestley, dan Davy dalam rangka membangun pengetahuan kimia modern.
Asam monoprotik memiliki satu tetapan disosiasi asam, Ka, yang mengindikasikan tingkat disosiasi zat tersebut dalam air. Untuk asam kuat seperti HCl, nilai Ka cukup besar. Beberapa usaha perhitungan teoritis telah dilakukan untuk menghitung nilai Ka HCl.[10] Ketika garam klorida seperti NaCl ditambahkan ke larutan HCl, ia tidak akan mengubah pH larutan secara signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa Cl− adalah basa yang sangat lemah dan HCl secara penuh berdisosiasi dalam larutan tersebut. Untuk larutan asam klorida yang kuat, asumsi bahwa molaritas H+ sama dengan molaritas HCl cukuplah baik, dengan ketepatan mencapai empat digit angka bermakna. Asam klorida dibuat dengan melarutkan hidrogen klorida ke dalam air. Hidrogen klorida dapat dihasilkan melalui beberapa cara. Produksi skala besar asam klorida hampir selalu merupakan produk sampingan dari klorida diproduksi dalam bentuk larutan 38% HCl (pekat). Konsentrasi yang lebih besar daripada 40% dimungkinkan secara kimiawi, namun laju penguapan sangatlah tinggi, sehingga penyimpanan dan penanganannya harus dilakukan dalam suhu rendah. Konsentrasi HCl yang paling optimal untuk pengantaran produk adalah 30% sampai dengan 34%. Kandungan asam klorida pada kebanyakan cairan pembersih umumnya berkisar antara 10% sampai dengan 12%. Cairan pembersih tersebut harus diencerkan terlebih dahulu sebelum digunakan.
Kalium dikromat (VI) seringkali digunakan untuk menentukan konsentrasi ion besi(II) dalam larutan. Hal ini dilakukan sebagai alternatif penggunaan larutan kalium permanganat(VII).
Berikut ini keuntungan dan kerugian dalam penggunaan kalium dikromat(VI).
1. Keuntungan:
a. Kalium dikromat(VI) dapat digunakan sebagai standar primer. Hal ini berarti bahwa kalium dikromat(VI) dapat dijadikan sebagai larutan stabil yang konsentrasinya diketahui dengan tepat. Hal ini tidak terjadi pada kalium permanganat(VII).
b. Kalium dikromat(VI) dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan ion klorida (selama ion klorida tidak berada pada konsentrasi yang sangat tinggi).
c. Kalium manganat(VII) mengoksidasi ion klorida menjadi klorin; kalium dikromat(VI) tidak benar-benar cukup kuat sebagai agen pengoksidasi. Hal ini berarti bahwa kita tidak akan mendapatkan reaksi yang tidak diinginkan dengan larutan kalium dikromat (VI).
2. Kerugian:
a. Kerugian yang paling utama adalah pada perubahan warna. Titrasi kalium manganat(VII) menunjukkan kalium dikromta sendiri. Ketika penyetaraan larutan kalium manganat(VII) pada reaksi, larutan menjadi tidak berwarna.
b. Jika penambahan telalu banyak, larutan menjadi merah muda dan telah melewati titik akhir. larutan kalium dikromat(VI) berubah menjadi hijau pada saat dimasukkan ke dalam reaksi, dan tidak dapat dilakukan pengamatan warna lagi karena terjadi sangat cepat.
Diamonium fosfat (rumus kimia (NH4)H2PO4, nama iupac diamonium fosfat hidrogen ) adalah salah satu dari serangkaian larutan garam ammonium fosfat yang dapat dihasilkan ketika ammonia bereaksi dengan asam fosfat. Diamonium fosfat solid menunjukkan tekanan disosiasi amonia seperti yang diberikan oleh reaksi berikut:
(NH4) 2HPO4 (s) NH3 (g) + (NH4)H2PO4 (s)
Pada 100 º C, tekanan disosiasi fosfat diamonium adalah sekitar 5 mmHg.
Diamonium fosfat digunakan sebagai pupuk. Bila diterapkan sebagai makanan tanaman, untuk sementara meningkatkan pH tanah, tapi selama jangka panjang tanah diperlakukan menjadi lebih asam dari sebelumnya pada nitrifikasi amonium tersebut. Hal ini kompatibel dengan kimia alkali karena ion amonium lebih mungkin untuk mengkonversi ke amonia dalam lingkungan pH tinggi.
Diamonium fosfat dapat digunakan retardant api Diamonium fosfat menurunkan suhu pembakaran bahan, mengurangi tingkat penurunan berat badan maksimum, dan menyebabkan peningkatan produksi residu atau char .Ini adalah efek yang penting dalam menghentikan kebakaran hutan dengan menurunkan suhu pirolisis dan meningkatkan jumlah char terbentuk bahwa mengurangi jumlah bahan bakar yang tersedia dan dapat mengarah pada pembentukan sebuah firebreak. Ini adalah komponen terbesar dari beberapa produk pemadam kebakaran populer komersial. Diamonium fosfat juga digunakan sebagai nutrisi ragi dalam Anggur dan menyeduh madu; sebagai aditif dalam beberapa merek rokok konon sebagai penambah nikotin; untuk mencegah sisa-sisa cahaya dalam pertandingan, dalam memurnikan gula; sebagai Flux untuk timah solder, tembaga, seng dan kuningan , dan untuk mengontrol pengendapan koloid pewarna wol
















BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat
Waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ini adalah seagai berikut :
Hari/Tanggal : Senin/ 20 Juni 2011
Waktu : Pukul 08.00- 11.30 WITA
Tempat : Laboratorium Kimia Anorganik, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar.

B. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
a. Gelas kimia 300 ml 3 Buah
b. Gelas kimia 250 mL 2 buah
c. Pinset 3 Buah
d. Pipet 10 mL 1 buah
e. Pipet skala 5 ml 2 buah
f. Bulp 1 buah
g. Kaca preparat 18 buah
h. Botol semprot 1 buah

2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
a. Asam klorida (HCl) 0,1M
b. Asam oksalat (H2C2O4) 0,2 M
c. Aquadest (H2O)
d. Besi (III) klorida (FeCl3) 0,2 M
e. Diamonium hidrogen fosfat (NH4)2HPO4 0,2 M
f. Kalium ferri sianat (K3Fe(CN)6 ) 0,1 M
g. Kalium bikromat (KHCr2O7) 0,03 M
h. Kertas karton.
i. Kertad hvs
j. Kertas karkir
k. Tinta cina

C. Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Mencampurkan 10 mL Asam oksalat (H2C2O4) 0,2 M dengan 5 mL Diamonium hidrogen fosfat (NH4)2HPO4 0,2 M dalam gelas piala 300 mL.
2. Menyimpan gelas piala tersebut di dalam kamar gelap atau lemari yang agak gelap
3. Menambahkan 10 mL Besi (III) klorida (FeCl3) 0,2 M ke dalam campuran di atas lalu aduk hingga reaksi sempurna. Penambahan dilakukan di dalam kamar gelap. Larutan ini mengandung besi (III) oksalat (Fe2(C2O4)3)
4. Menyiapkan 4 helai kertas HVs/ karton putih dan mencelupkan kertas tersebut ke dalam larutan pekat besi (III) oksalat, mengusahakan agar seluruh permukaan kertas basah dengan larutan. Langkah ini juga dilakukan didalam kamar gelap.
5. Masih dikamar gelap, mengeluarkan kertas yang basah tadi dan meletakkan satu persatu diantara dua buah kertas saring, agar kering. Membiarkan sekitar 15-20 menit. Jika menginginkan hasil cetakan yang tajam, kertas harus dikeringkan semalam dalam kamar gelap agar cetakan tak mengembang.
6. Setelah kertas kering, digunakan sebagai kertas peka cahaya.
7. Membuat dari rumah suatu negative pada kertas karkir yang ukurannya sama dengan kertas peka, dengan menuliskan pesan menggunakan tinta cina atau rugos.
8. Meletakkan negatif di atas lagi dengan jepitan jemuran atau selotip. Setelah itu melatakkan dibawah sinar matahari atau cahaya biasa.
9. Waktu penyinaran untuk cetakan normal adalah 4-5 menit dengan sinar matahari langsung dan waktu mencetak tidak memegang keping kaca tetapi meletakkan di atas tempat datar.
10. Setelah itu mencelupkan kertaspeka ke dalam larutan Kalium ferri sianat (K3Fe(CN)6 ) 0,1 M dalam gelas piala 300 mL, mengusahakan seluruh permukaan kertas tercelup.
11. Mengeluarkan kertas dan mencelup lagi dalam larutan Kalium bikromat (K2HCr2O7) 0,03 M
12. Mencuci kertas dengan larutan asam klorida ( HCl) 0,1 M kemudian dengan aquadest. Menggunakan kertas peka lainnya untuk obyek yang sama tetapi waktu penyinaran yang berbeda. Membandingkan hasilnya.
13. Menyerahkan hasil berupa kertas nama dan nomor pokok.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
1.Tabel Pengamatan
Waktu penyinaran
(menit) Hasil
5
10
15
25 Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

2. Warna Larutan
a. Asam oksalat (H2C2O4) = tak berwarna
b. Asam klorida (HCl) = tak berwarna
c. Besi (III) klorida (FeCl3) =kuning
d. Diamonium hidrogen fosfat (NH4)2HPO4 = tak berwarna
e. Kalium bikromat (KHCr2O7) = kuning
f. Kalium ferri sianat (K3Fe(CN)6 ) = kuning

B. Reaksi
H2C2O4 + (NH4)2HPO4  (NH4)2C2O4 + H2HPO4
(NH4)2C2O4 + FeCl3  (Fe)2(C2O4)3 + NH4Cl
Fe 3+ + e-  Fe 2+
Fe2 (C2O4)3  FeC2O4

C. Pembahasan
Pada percobaan ini, perlakuan pertama yaitu menyiapkan dua jenis kertas yaitu kertas HVS atau kertas karton yang digunakan sebagai kertas peka cahaya dan kertas karkir yang akan berfungsi menjadi film negatif dan diberi tulisan atau gambar sebagai bahan yang akan dicetak. Adapun penggunaan tinta cina yang digunakan karena tinta cina memiliki partikel yang sangat rapat sehingga cahaya tidak menembus.
Pada percobaan ini, kertas HVS atau kertas karton yang telah dibuat kemudian direndam dalam larutan asam oksalat (H2C2O4), yang terjadi reaksi redoks mengubah larutan dari bening menjadi kuning. Besi (III) yang akan direduksi berasal dari larutan FeCl3 (besi (III) klorida). Larutan ini kemudian dicampur dengan larutan diamonium hidrofosfat (NH4)2HPO4 dan disimpan dalam ruang gelap agar tidak terjadi oksidasi. Fungsi penambahan diamonium hidrofosfat (NH4)2HPO4 ini adalah untuk memperlambat reaksi reduksi Fe3+ menjadi Fe2+ yang terjadi sangat cepat oleh pengaruh cahaya. Reaksi yang terjadi, yaitu:
FeCl3 + (NH4)2HPO4 → FePO4 + HCl + 2NH4Cl
Perlakuan selanjutnya yaitu dengan mendiamkan kertas selama beberapa menit untuk memaksimalkan penyerapan kertas terhadap larutan, setelah pengeringan kertas karkir yang telah berisi tulisan atau pesan dirangkai dengan kertas peka yang kemudian keduanya dijepit oleh dua buah kaca obyek. Penjepitan dilakukan agar proses pemindahan obyek dapat berlangsung dengan baik. Selanjutnya dilakukan penyinaran yang akan mempercepat proses reaksi redoks yang sebelumnya dihambat, dimana dilakukan variasi penyinaran, sesuai dengan tujuan yang ingin dilihat, bagaimana pengaruh penyinaran terhadap proses cuci cetak biru. Setelah dilakukan penyinaran. Kertas dicelup dengan larutan kalium ferri sianat (K3Fe(CN)6 ), kalium bikromat (K2HCr2O7) dan asam klorida (HCl) serta aquadest (H2O) secara berurutan. Tujuan dari pencelupan pada kalium ferri sianat (K3Fe(CN)6 ) dan kalium bikromat (K2HCr2O7) berfungsi untuk memperjelas besi (III) yang tereduksi dan yang tidak tereduksi, adapun Asam klorida (HCl), berfungsi untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada kertas yang mengganggu peoses percetakan dan yang terakhir aquadest yang berfungsi membentuk kompleks dengan besi (III) dengan molekul air sebagai ligannya. Perlakuan terakhir dengan melakukan pengeringan yang bertujuan agar hasil cetakan terlihat jelas.
Hasil dari percobaan yang dilakukan mulai dari 5 menit, 10 menit, 15 menit maupun 25 menit adalah negatif yang ditandai dengan tidak terbentuk warna biru pada pada kertas HVS atau kerttas karton yang merupakan tempat reduksi besi (III) menjadi besi (II) kepekaan warna biru yang dihasilkan tergantung dari lamanya waktu penyinaran. Hal ini dapat disebabkan oleh proses pengeringan tinta pada kertas kalkir belum sepenuhnya kering dan pembuatan kertas peka yang tidak sesuai yaitu diruangan yang tidak begitu gelap sehingga masih terdapat cahaya yang menyebabkan terjadinya oksidasi.


BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa lama penyinaran tidak berpengaruh terhadap proses reduksi garam besi (III) oksalat

B. Saran
Saran untuk praktikum ini sebaiknya percobaan ini menggunakan dua tempat penyinaran yang berbeda antara cahaya biasa dan cahaya matahari langsung agar dapat dibandingkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. “Asam klorida”. Wikipedia the free Encyclopedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Asam Klorida, (18 Juni 2011).

Anonim. “Asam oksalat”. Wikipedia the free Encyclopedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Asam oksalat, (18 Juni 2011).

Anonim. “Belajar Fotografi”. 2010. http://www.pikiran-rakyat.com. (19 Juni 2012).

Anonim. “Besi (III) klorida”. Wikipedia the free Encyclopedia. http://id.wikipedia.org/wiki/ Besi (III) Klorida, (18 Junil 2011).

Anonim. “Diamonium Fosfat”. Wikipedia free Encylopedia. http://id.wikipedia.org/wiki/asamklorida. (18 Juni 2011).

Anonim. “Krom”http://www.chem-is-try.org/materi_kimia_anorganik. (25 Juni 2011).

Anonim. “Melukis Dengan Cahaya”. 2010. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. http://library.usu.ac.id/download/ft/tkimia- indra3.pdf (18 Juni 2011).

Cotton. F dan Wilkinson. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: UI Press. 1989.

ed. Sugiarto, Kristian H. Kimia Anorganik II. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. 2003.

HS, Syamsidar. Penunutun Praktikum Kimia Anorganik. Makassar: Fakultas Sains dan Teknologi. UIN Alauddin Makassar. 2011.

Subiyakto, Markus G. “Kimia dan Fotografi Hitam Putih”. 2010. http://library.usu.ac.id/download/ft/tkimia-indra3.pdf (19 Juni 2011).

Syabatini, Annisa. “karakteristik besi”, 26 Desember 2008, http://www.besi.co.ig/annisa / id (18 Juni 2011).

Syabtini, Annisa. “Garam Mohr”. 02 november 2009. http://www.com//tag/kimia (18 Juni 2011).

Svehla, G. Analitik Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: PT. Havery Indah. 1985.
LEMBAR PENGESAHAN

pembuatan DO, COD dan BOD

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agae tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta mahkluk hidup yang lain.
Air secara alamiah tidak pernah dijumpai dalam keadaan betul-betul murni. Ketika air mengembun diudara dan jatuh dipermukaan bumi, air tersebut telah menyerap debu atau melarutkan oksigen, karbon dioksida dan berbagai jenis gas lainnya. Air tersebut, baik yang di atas maupun di bawah permukaan tanah waktu mengalir menuju ke berbagai tempat yang lebih rendah letaknya, melarutkan berbagai jenis batuan yang dilaluinya atau zat-zat organik lainnya, selain itu sejumlah kecil hasil uraian zat organik seperti nitrit, nitrat, amoniak dan karbon dioksida akan larut ke dalamnya. Oleh karena itu terdapat kesukaran dalam menjelaskan sifat-sifat kimia dari perairan. Kapasitas air untuk menerima protein disebut Alkalinitas.
Dalam pengolahan air limbah industri dikenal 3 parameter utama yaitu: 1) Oksigen terlarut (OT) atau Dissolved Oxygen (DO), 2) Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) atau Biologycal Oxygen Demand (BOD) dan 3) Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) atau Chemical Oxygen Demand (COD).
Untuk lebih mengetahui mengenai Oksigen terlarut (OT) atau Dissolved Oxygen (DO), 2) Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) atau Biologycal Oxygen Demand (BOD) dan 3) Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) atau Chemical Oxygen Demand (COD), maka dilakukanlah perfcobaan ini.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana menentukan nilai oksigen terlarut (DO), Kebutuhan Oksigen Biologis (BOD) dan Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) pada air sampel.
Bagaimana perbandingan hasil yang diperoleh dengan nilai standar oksigen terlarut (DO), Kebutuhan Oksigen Biologis (BOD) dan Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) dalam air bersih.

C. Tujuan Percobaan
Untuk menentukan nilai oksigen terlarut (DO), Kebutuhan Oksigen Biologis (BOD) dan Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) pada air sampel.
Untuk membendingkan hasil yang diperoleh dengan nilai standar oksigen terlarut (DO), Kebutuhan Oksigen Biologis (BOD) dan Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) dalam air bersih.

D. Manfaat Percobaan
Mahasiswa dapat mengetahui perbedaan dari oksigen terlarut (DO), Kebutuhan Oksigen Biologis (BOD) dan Kebutuhan Oksigen Kimia (COD).
Mahasiswa dapat mengetahui perbandingan dari nilai standar oksigen terlarut (DO), Kebutuhan Oksigen Biologis (BOD) dan Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) dalam air bersih.


















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya dan fungsinya bagi kehidupan tersebut tidak akan dapat digantikan oleh senyawa lainnya. Hampir semua kegiatan yang dilakukan oleh manusia membutuhkan air, mulai dari membersihkan diri (mandi), membersihkan ruangan tempat tinggal, menyiapkan makanan dan minum sampai dengan aktivitas-aktivitas lainnya.
Dalam jaringan hidup, air merupakan medium untuk berbagai reaksi dan proses ekskresi. Air merupakan komponen utama baik dalam tanaman maupun hewan termasuk manusia. Tubuh manusia terdiri dari 60-70% air. Transportasi zat-zat makanan dalam tubuh semuanya dalam bentuk larutan dengan pelarut air. Juga hara-hara dalam tanah hanya dapat diserap oleh akar dalam bentuk larutannya. Sebagian besar keperluan air sehari-hari berasal dari sumber air tanah dan sungai, air yang berasal dari PAM (air ledeng) juga bahan bakunya berasal dari sungai, oleh karena itu kuantitas dan kualitas sungai sebagai sumber harus dipelihara.
Air merupan suatu persentawaan kimia yang sangat sederhana yang terdiri dari dua atom hidrogen (H) berikatan dengan satu atom (O), secara simbolik air dinyatakan sebagai H2O. Air serta bahan-bahan dan energi dikandung didalamnya merupakan lingkungan bagi jasad-jasad air. Pengaruhnya terhadap kehidupan yang ada di dalamnya, yaitu:
Dengan sifat-sifat fisikanya yaitu sebagai medium tempat hidup tumbuh-timbuhan dan hewan.
Dengan sifat-sifat kimianya sebagai pembawa zat-zat hara yang diperlikan bagi pembentukan bahan-bahan organik oleh tumbuh-tumbuhan dengan produksi primernya.
Pada prinsipnya, jumlah air dialam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinakama cyckus hydrologie. Dengan adanya penyinaran matahari, maka semua air yang ada dipermukaan akan menguap dan membentuk uap air. Karena adanya angin, maka uap air ini akan bersatu dan berada di tempat yang tinggi yang sering dikenal dengan nama awan. Oleh angi, awan ini akan terbawa makin lama makin tinggi dimana temperatur di atas makin rendah yang menyebabkan titik-titik air dan jatuh ke bumi sebagai hujan. Air hujan ini sebagian akan mengalir ke dalam tanah, jika menjumpai lapisan rapat air, maka perserapan akan berkurang dan sebagian air akan mengalir di atas lapisan rapat air ini. Jika air tersebut ke luar pada permukaan bumi, maka air ini disebut dengan mata air. Air permukaan yang mengalir di permukaan bumi umumnya berbentuk sungai-sungai dan jika melalui suatu tempat yang rendah (cekung) maka air akan b ekumpul membentuk suatu danau atau telaga. Tetapi banyak diantaranya yang mengalir ke laut kembali dan kemudian akan mengikuti siklus hidrologi ini. Sumber-sumber air meliputi air laut, air atmosfir, air permukaan dan air tanah.
Air laut mempunyai sifat asin, karena mengandung NaCl. Kadar garam NaCl dalam ait laut 3 %. Dengan keadaan ini, maka air laut tak memenuhi syarat untuk air minum.
Air hujan dalam keadaan bersih, sangat murni karena dengan adanya pengotoran udara yang disebabakan oleh kotoran-kotoran industry atau debu dan lain sebagainya. Maka unyuk menjadikan air hujan sebagai sumber air minum, hendaknya pada saat menempung air hujan jangan dimulai pada saat hujan mulai turun karena masih mengandung banyak kotoran. Selain itu air hujan juga mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur mauoun bak-bak reservoir sehingga hal ini akan mempercepat terjadinya korosi (karatan). Air hujan ini juga mempunyai sifat lunak sehingga akan boros terhadap pemakaian sabun.
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri kota dan sebagainya. Jenis pengotorannya adalah merupakan kotoran fisik, kimia dan bacteriologie. Setelah mengalami suatu mengotoran, pada suatu saat air permukaan tersebut akan mengalami suatu proses pembersihan sendiri yang dapat melalui proses berikut, udara yang mengadung oksigen atau gas O2 akan membantu mengalami proses pembusukan yang terjadi pada air permukaan yang telah mengalami pengotoran, karena selama dalam perjalanan O2 akan meresap ke dalam air permukaan. Panjangnya daerah perusakan ini tergantung pada sifat dan banyaknya pengotor serta kadar oksigen yang larut.
Air sungai dalam penggunaanya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali. debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan akan air minium pada umumnya dapat mencukupi.
Kesadahan air adalah kandungan mineral-mineral tertentu di dalam air, umumnya ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam bentuk garam karbonat. Air sadah atau air keras adalah air yang memiliki kadar mineral yang tinggi, sedangkan air lunak adalah air dengan kadar mineral yang rendah. Selain ion kalsium dan magnesium, penyebab kesadahan juga bisa merupakan ion logam lain maupun garam-garam bikarbonat dan sulfat. Metode paling sederhana untuk menentukan kesadahan air adalah dengan sabun. Dalam air lunak, sabun akan menghasilkan busa yang banyak. Pada air sadah, sabun tidak akan menghasilkan busa atau menghasilkan sedikit sekali busa. Cara yang lebih kompleks adalah melalui titrasi. Kesadahan air total dinyatakan dalam satuan ppm berat per volume (w/v) dari CaCO3. Air sadah tidak begitu berbahaya untuk diminum, namun dapat menyebabkan beberapa masalah. Air sadah dapat menyebabkan pengendapan mineral, yang menyumbat saluran pipa dan keran. Air sadah juga menyebabkan pemborosan sabun di rumah tangga, dan air sadah yang bercampur sabun dapat membentuk gumpalan scum yang sukar dihilangkan. Dalam industri, kesadahan air yang digunakan diawasi dengan ketat untuk mencegah kerugian. Untuk menghilangkan kesadahan biasanya digunakan berbagai zat kimia, ataupun dengan menggunakan resin penukar ion.
Air yang diperlukan untuk industri diambil dari sumber asli yang kemudian digunakan untuk berbagai tujuan. Kira-kira 70% dari seluruh air industri digunakan untuk pendinginan ketel uap tekanan tinggi (17,2 Mpa atau lebih). Setiap industri mempunyai persyaratan pengolahan airnya sendiri, misalnya untuk pencucian tekstil kesadahannya harus nol agar tidak terjadi pengendapan sabun kalsium dan magnesium pada pakaian. garam kalsium, magnesium dan besi dapat menyebabkan terjadinya pengendapan yang tidak dikehendaki pada saat pewarna dalam industri. Pengolahan air harus diatur sesuai dengan rencana penggunaan air. Istilah pelunakan softening digunakan untuk proses yang menghilangkan atau mengurangi kesadahan air. Sedangkan air pemurnian purification, berbeda dari pelunakan yaitu menghilangkan bahan-bahan organik dan mikroorganisme dari air. Klasifikasi kadang-kadang amat penting dan digunakan bersamaan dengan pengendapan dalam proses pelunakan air.



Dalam pengolahan air limbah industri dikenal tiga parameter utama yaitu: 1) Oksigen terlarut (OT) atau Dissolved Oxygen (DO), 2) Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) atau Biologycal Oxygen Demand (BOD) dan 3) Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) atau Chemical Oxygen Demand (COD).
Oksigen merupakan parameter yang sangat penting dalam air. Sebagian besar makhluk hidup dalam air membutuhkan oksigen untuk mempertahankan hidupnya, baik tanaman maupun hewan air, bergantung kepada oksigen yang terlarut. Ikan merupakan makhluk air dengan kebutuhan oksigen tertinggi, kemudian invertebrata, dan yang terkecil kebutuhan oksigennya adalah bakteri.
Di dalam lingkungan bahan organik banyak terdapat dalam bentuk karbohidrat, protein, lemak yang membentuk organism dan senyawa-senyawa lainnya yang merupakan sumber daya alam yang sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh mahkluk hidup. Secara normal bahan organik tersusun oleh unsur-unsur C, H, O dan dalam beberapa hal mengandung N, S, P dan Fe. Senyawa-senyawa organik umumnya tidak stabil dan mudah dioksidasi secara biologis atau kimia menjadi stabil antara lain CO2, NO3 dan H2O. Proses inilah yang menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut dalam perairan menurun dan hal ini menyebabkan permasalahan bagi kehidupan akuatik. Untuk menyatakan kandungan zat-zat organik dalam perairan dilakukan dengan pengukuran jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan tersebut sehingga menjadi senyawa yang stabil.


Oksigen terlarut adalah suatu hal yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup dalam air tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Konsentrasi oksigen terlarut minimal untuk kehidupannya. Oksigen terlarut dalam air dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air, dimana jumlahnya tidak tetap tergantung dari jumlah tanamannya, dan dari atsmosfer (udara) yang masuk kedalam air dengan kecepatan terbatas. Konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan jenuh bervariasi tergantung dari suhu dan tekanan atmosfer. Semakin tinggi suhu air, semakin rendah tingkat kejenuhan. Misalnya danau di pegunungan yang tinggi mungkin mengandung oksigen terlarut 20-40 % kurang daripada danau pada permukaan laut.
konsentrasi oksigen terlarut (DO) dalam air laut berfariasi, mulai dari nol sampai 10 ppm air laut. alas an penentuan oksigen terlarut dalam ekositem perairan menjadi penting untuk mendapatkan gambaran tentang proses biokimia yang terjadi. penentuan oksigen terlarut dapat dilakukan dengan menggunakan elektroda memran selektif untuk molekul oksigen.
Oksigen merupakan parameter yang sangat penting dalam air. Sebagian besar makhluk hidup dalam air membutuhkan oksigen untuk mempertahankan hidupnya, baik tanaman maupun hewan air, bergantung kepada oksigen yang terlarut. Ikan merupakan makhluk air dengan kebutuhan oksigen tertinggi, kemudian invertebrata, dan yang terkecil kebutuhan oksigennya adalah bakteri. Keseimbangan oksigen terlarut (OT) dalam air secara alamiah terjadi secara bekesinambungan. Mikoorganisme sebagai makhluk terkecil dalam air, untuk pertumbuhannya membutuhkan sumber energi yaitu unsur karbon (C) yang dapat diperoleh dari bahan organik yang berasal dari tanaman, ganggang yang mati, maupun oksigen dari udara. Bahan organik tersebut oleh mikroorganisme akan duraikan menadi karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). CO2 selanjutnya dimanfaatkan oleh tanaman dalam air untuk proses fotosintesis membentuk oksigen, dan seterusnya.
Oksigen yang dimanfaatkan untuk proses penguraian bahan organik tersebut akan diganti oleh oksigen yang masuk dari udara maupun dari sumber lainnya secepat habisnya oksigen terlarut yang digunakan oleh bakteri atau dengan kata lain oksigen yang diambil oleh biota air selalu setimbang dengan oksigen yang masuk dari udara maupun dari hasil fotosintesa tanaman air. Apabila pada suatu saat bahan organik dalam air menjadi berlebih sebagai akibat masuknya limbah aktivitas manusia (seperti limbah organik dari industri), yang berarti suplai karbon (C) melimpah, menyebabkan kecepatan pertumbuhan mikroorganisme akan berlipat ganda, yang berati juga meningkatnya kebutuhan oksigen, sementara suplai oksigen dari udara jumlahnya tetap. Pada kondisi seperti ini, kesetimbangan antara oksigen yang masuk ke air dengan yang dimanfaatkan oleh biota air tidak setimbang, akibatnya terjadi defisit oksigen terlarut dalam air. Bila penurunan oksigen terlarut tetap berlanjut hingga nol, biota air yang membutuhkan oksigen (aerobik) akan mati, dan digantikan dengan tumbuhnya mikroba yang tidak membutuhkan oksigen atau mikroba anerobik. Sama halnya dengan mikroba aerobik, mikroba anaerobik juga akan memanfatkan karbon dari bahan organik. Dari respirasi anaerobik ini terbentuk gas metana (CH4) disamping terbentuk gas asam sulfida (H2S) yang berbau busuk.
Untuk menentukan tingkat penurunan kualitas air dapat dilihat dari penurunan kadar oksigen terlatut (OT) sebagai akibat masuknya bahan organik dari luar, umumnya digunakan uji BOD dan atau COD.
Biological Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis (KOB) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan organik dalam air.
Bahan-bahan yang dapat dioksidasi banyak ditemukan dalam perairan tercemar dan untuk itu digunakan sejumlah oksigen pada keadaan baku selama aksi biokimia secara aerob untuk menguraikan bahan organik tersebut. Penentuan jumlah oksigen relative antara konsentrasi oksigen terlarut saat sampling dilakukan (DO-0) dan setelah diinkubasi selama x hari (DO-x).

BOD penting untuk mengetahui banyaknya zat anorganik yang terkandung dalam air limbah. Makin banyak zat organik, makin tinggi BOD-nya. Nilai BOD dipengaruhi oleh suhu, cahaya, matahari, pertumbuhan biologik, gerakan air dan kadar oksigen. Beberapa kelemahan uji BOD:
1. Dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan-bahan anorganik atau bahan-bahan tereduksi lainnya.
2. Uji BOD perlu waktu yang cukup lama minimal 5 hari.
3. Uji BOD dilakukan selama 5 hari masih belum dapat menunjukkan nilai total BOD melainkan hanya kira-kira 68% dari total BOD.
4. Uji BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat di dalam air tersebut, misalnya ada germisida seperti khlorin dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang dibutuhkan untuk merombak bahan organik,sehingga hasil uji BOD menjadi kurang teliti.
Oleh karena itu, nilai BOD bukanlah merupakan nilai yang menujukkan jumlah atau kadar bahan organik dalam air, tetapi mengukur secara relative jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi atau menguraikan bahan-bahan organik tersebut. BOD tinggi menunjukkan bahwa jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi bahan organik dalam air tersebut tinggi, berarti dalam air sudah terjadi defisit oksigen. Banyaknya mikroorganisme yang tumbuh dalam air disebabkan banyaknya makanan yang tersedia (bahan organik), oleh karena itu secara tidak langsung BOD selalu dikaitkan dengan kadar bahan organik dalam air.
Ada lima jenis gangguan yang umumnya terdapat pada analisa BOD:
1. Proses nitrifikasi dapat mulai terjadi di dalam botol BOD setelah 2-10 hari
2NH4 + 3O2 → 2NO2- + 4H+ + 2H2O
2NO2- + O2 → 2NO3
Nitrifikasi perlu oksigen. Seringkali nitrifikais tidak terjadi karena suhu 10oC atau karena air sungai yang tercemar telah sampai ke muara sehingga nitrifikasi pada botol BOD tidak berlaku.
2. Zat beracun dapat memeperlambat pertumbuhan bakteri (memperlambat reaksi BOD) bahkan membunuh organisme tersebut.
3. Kemasukan/keluarnya oksigen dari botol selama inkubasi harus dicegah. dengan ditutup hati-hati (di atas tutup botol bisa diberi air/waterseal).
4. Nutrien merupakan salah satu syarat bagi kehidupan bakteri. Sehingga sebaiknya setiap botol BOD ditambah dengan nutrient secukupnya.
5. Karena benih dari bermacam-macam bakteri dapat berkurang jumlahnya atau kurang cocok bagi air buangan maka pembenihan harus dilakukan dengan baik.
Chemical Oxygen Deman (COD) atau kebutuhan oksigen, yaitu oksigen secara kimiawi dengan menggunakan kalium bikarbonat yang dipanaskan dengan asam sulfat pekat. Cara ini digunakan untuk menentukan kandungan bahan organik dalam air buangan dan perairan alami. Kandungan oksigen yang digunakan untuk menghancurkan bahan organik diukur oleh besarnya penggunaan zat oksidator kuat, K2Cr2O7 dalam suasana asam dcengan katalis perak sulfat. COD umumnya lebih besar dari BOD karena jumlah senyawanya lebih besar dari pada BOD, karena jumlah senyawa kimia yang bisa dioksidasi secara kimia lebih besar dibandingkan oksidasi secara biologi.



















BAB III
METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Hari/Tanggal : Senin/10 April 2011
Pukul : 08.00 – 11.00 WITA
Tempat : Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

B. Alat Dan Bahan
1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
Buret asam 50 mL 1 buah
Kompor listrik 1 buah
Botol winker 1 buah
Gelas kimia 400 mL 2 buah
Erlenmeyer 250 mL 2 buah
Gelas ukur 50 mL 1 buah
Pipet skala 10 mL 1 buah
Pipet skala 5 mL 1 buah
Botol semprot 1 buah
Bulp 1 buah
Corong 1 buah
Klem 1 buah
Statif 1 buah
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini ialah:
Aquadest (H2O)
Air sampel
Aluminium foil
Asam oksalat (H2C2O4)
Asam sulfat (H2SO4) pekat
Indikator kanji
Kalium permanganat (KMnO4)
Larutan alkali-iodida-azida
Mangan sulfat (MnSO4) 4 N
Natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,02 N

C. Prosedur Kerja
Uji DO
Memasukkan sampel dalam botol winker dan tutup dengan cermat hingga tidak ada gelembung udara.
Membuka tutup botol, kemudian menambahkan MnSO4 40 % dan diamkan beberapa saat.
Menambahkan 2 mL alkali-iodida-azida dan biarkan beberapa saat hingga terbentuk endapan cokelat.
Memindahkan isi botol ke dalam erlenmeyer tertutup 250 mL lalu kocok.
Menambahkan 2 mL asam sulfat (H2SO4) pekat hingga melarut kembali.
Menitrasi dengan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,02 N hingga berwarna kuning muda.
Menambahkan indikator amilum dan melanjutkan titrasi hingga warna biri tepat hilang.
Catat volume titrasi
Uji COD
Memasukkan 100 mL sampel ke dalam erlenmeyer 250 mL kemudian menambahkan 5 mL asam sulfat (H2SO4) dan 10 mL KMnO4
Panaskan hingga mendidih
Menambahkan 10 mL asam oksalat.
Menitrasi dengan KMnO4 dalam keadaan panas, perubahan warna terjadi bila bining menjadi merah muda.
Catat volume titrasi.




Uji BOD
Memasukkan sampel dalam botol winker lalu tutu pagar tidak terjadi gelembung udara.
Inkubasi sampel dalam botol pada suhu 20oC diruang gelap salam 3-5 hari.
Tentukan DO-5 sesuai dengan cara penentuan oksigen terlarut (DO).



















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
1. Tabel Oksigen Terlarut (DO)
Zat yang bereaksi Hasil pengamatan
Sampel air dalam botol winker
Tambah MnO2
tambah alkali-iodida-azida
Tambah H2SO4
Titrasi dengan Na2S2O3
Tambah indikator kanji
Titrasi dengan Na2S2O3
2,6 Ml Bening

Bening
Bening
Cokelat
Kuning muda
Biru
Bening

2. Tabel Chemical Oxygen Demand (COD)
Zat yang bereaksi Hasil pengamatan
Sampel air dalam botol winker
Tambah H2SO4
Tambah KMnO4 ↑
Tambah asam oksalat
Titrasi dengan KMnO4
4,4 mL Bening

Bening
Ungu
Bening
Merah muda

3. Tabel Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Zat yang bereaksi Hasil pengamatan
Sampel air dalam botol winker
Tambah MnO2
tambah alkali-iodida-azida
Tambah H2SO4
Titrasi dengan Na2S2O3
Tambah indikator kanji
Titrasi dengan Na2S2O3
2,6 mL Bening

Bening
Bening
Cokelat
Kuning muda
Biru
Bening


B. Reaksi
1. Oksigen Terlarut (DO)
Mn2+ + O2 → MnO4
MnSO4 + 2KOH → Mn(OH)2 + K2SO4
Mn(OH)2 + 1/2º2 → MnO2 + H2O
MnO2 + 2I- + 4H+ → Mn2+ + I2 + 2H2O
2. Chemical Oxygen Demand (COD)
5C¬2O42- + 2MnO4- +16H+ → 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O

C. Perhitungan
1. Oksigen Terlarut (DO)
Dik: volume Na2S2O3 = 2,6 mL
[Na2S2O3] = 0,02 N
volume sampel = 100 mL
Penyelesaian:
DO (mL/L) = ((mL ×N)titran ×8 ×1000)/(mL sampel)
= (2,6 mL ×0,02 grek/mL ×8 ×1000 mg/grek)/(300 mL)
= 8,32 mL/L
2. Chemical Oxygen Demand (COD)
Dik: volume KMnO4 = 2,1 mL
[KMnO4] (B) =
[asam oksalat] (C) = 0,01 N
Penyelesaian:
COD (mL/L) = ((10+A)×B-(10×C)×31,6×1000)/(mL sampel)
= ((10+4,4 mL)+0,05 N-(10×0,05N)×31,6×1000)/(100 mg/L)
= (14,4 mL×0,05 N-0,5 N×31,6×1000)/(100 mg/L)
= 69,52 mg/L
3. Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Dik: DO-0 = 8,32 mL/L
DO-5 = 6,72 mL/L
BOD (mL/L) = (DO-0)-(DO-5)
= (8,32 mL/L) – (6,72 mL/L)
= 1,6 mL/L

D. Pembahasan
Air merupakan suatu persentawaan kimia yang sangat sederhana yang terdiri dari dua atom hidrogen (H) berikatan dengan satu atom (O), secara simbolik air dinyatakan sebagai H2O. Air serta bahan-bahan dan energi dikandung didalamnya merupakan lingkungan bagi jasad-jasad air.
Dalam pengolahan air limbah dikenal tiga parameter utama yaitu: 1) Oksigen terlarut (OT) atau Dissolved Oxygen (DO), 2) Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) atau Biologycal Oxygen Demand (BOD) dan 3) Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) atau Chemical Oxygen Demand (COD).
Pada percobaan ini bahan-bahan yang digunakan antara lain adalah aquadest (H2O), air sampel, aluminium foil, asam oksalat, indikator kanji, (KMnO4), larutan alkali-iodida-azida, (MnSO4) 40% dan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,02 N.
Pada uji Dissolved Oxygen (DO) perlakuan awal yang dilakukan ialah memasukkan sampel ke dalam botol winkler yang bertutup dengan cara mencelupkan botol dalam air kemudian menutupnya agar tidak terdapat gelembung udara yang dapat mempengaruhi kandungan oksigen pada sampel. Kemudian menambahkan larutan MnSO4 dalam botol yang berisi sampel dengan cara memasukkan ujung pipet ke dalam larutan agar tidak terpercik, penambahan MnSO4 berfungsi untuk mengikat oksigen menjadi Mn(OH)2 yang kemudian akan teroksidasi menjadi MnO2 berhidrat. Selanjutnya menambahkan larutan alkali-iodida-azida dengan cara yang sama yaitu memasukkan ujung pipet ke dalam larutan agar tidak terjadi percikan dan pereaksi tidak keluar dari botol karena larutan ini sangat beracun. Penambahan pereaksi alkali-iodida-azida ini berfungsi sebagai katalisdator karena zat organik sangat sukar bereaksi kemudian larutan di biarkan beberapa saat hingga terbentuk endapan cokelat. Setelah terbentuk endapan cokelat, larutan kemudian dipindahkan kedalam erlenmeyer kemudian menambahkan larutan asam sulfat (H2SO4) yang berfungsi untuk melarutkan endapan. Setelah endapan larut, dilanjutkan dengan menitrasi larutan dengan menggunakan natrium tiosulfat (Na2S2O3) hingga larutan berwarna kuning muda kemudian menabahkan indikator kanji hingga berwarna biru. Indikator kanji ini berfungsi sebagai indikator yang mengikat I2 yang ada pada larutan alkali-iodida-azida. Selajutnya titrasi dilakukan hingga warna biru tepat hilang, volume natrium tiosulfat (Na2S2O3) yang diperoleh adalah 2,6 mL. Dari hasil perhitungan diperileh jumlah DO pada sampel sebesar 8,32 mL/L.
Sedangkan pada uji Chemical Oxygen Demand (COD) perlakuan awal yang dilakukan yaitu memasukkan sampel ke dalam erlenmeyar, kemudian menambahkan asam sulfat (H2SO4) dan KMnO4 pada larutan sehingga lrutan berubah warna menjadi ungu, kemudian menaskan larutan hingga mendidih dalam beberapa menit. Selanjutnya menambahkan asam oksalat hingga larutan berubah warna menjadi bening lalu larutan dititrasi dengan menggunakan KMnO4 dalam keadaan panas. Volume KMnO4 yang digunakan untuk titrasi sebesar 4,4 mL. Dari hasil perhitungan diperileh jumlah COD pada sampel sebesar 69,53 mL/L.
Dan yang terakhir yaitu uji Biologycal Oxygen Demand (BOD). Cara pengambilan sampelnya sama seperti pada uji Dissolved Oxygen (DO), perbedaannya yaitu sampel diinkubasi dalam ruangan gelap selama beberapa hari. Kemudian barulah dilakukan penambahan pereaksi yang sesuai pada uji Biologycal Oxygen Demand (BOD) sebelumnya. Volume volume natrium tiosulfat (Na2S2O3) yang digunakan sebesar 2,6 mL, bedasarkan pehitungan BOD yang diperoleh adalah1,6 mL/L.
















BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan ini ialah:
1. Pada uji Dissolved Oxygen (DO) diperoleh hasil nsebesar 4,16 mL/L.
2. Pada uji Chemical Oxygen Demand (COD)
3. Pada uji Biologycal Oxygen Demand (BOD) diperoleh hasil sebesar 0,16 mL/L.

B. Saran
Saran untuk percobaan ini ialah sebaiknya peralatan yang dipelukan dilengkapi agar lebih mempermuda dalam pelaksanaan praktikum.










DAFTAR PUSTAKA


Achmad, Rukaesih. Kimia Lingkungan. Jakarta: Andi Yogyakarta. 2004.

Alimah, Nur. Kimia Lingkungan. Makassar: Sekolah Menengah Analisis Kimia makassar. 2006.

Amirullah, Ismail Marzuki. Biokimia Kesehatan edisi 1. Makassar: Pustaka As- salam. 2009.

HS, Syamsidar. Penuntun Praktikum Kimia Anorganik. Makassar: UIN Alauddin. 2011.

Kesadahan Air. 2010. http://id.wikipedia.org/wiki/Kesadahan_air, (15 Juni 1011).

Parameter Pengolahan Air Limbah Industri. 2011, http://majarimagazine.htm. (15 Juni 2011).

Sari, Evi Juwita. Penentuan kadar Sulfat Dalam Air Bersih Secara Spektrofotometri UV- VISIBLE Di Perumahan PT.Inalum. Medan: Universditas Sumatra Utara. 2008.

Uji DO dan BOD. 2009. http://dodanbod_rangminang.htm. (15 juni 2011).











LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktikum Kimia Anorganik dengan judul “Penentuan DO, COD dan BOD”, yang disusun oleh:
Nama : Nurfitriani
Nim : 60500108013
Kelompok : III (Tiga)
telah diperiksa dengan teliti oleh asisten / koordinator asisten, maka dinyatakan diterima.
Samata, Juni 2011
Koordinator Asisten Asisten

( Anna Handayani. S.Si ) ( Kurnia Ramadani. S.Si )



Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab



( SYAMSIDAR HS, S.T.,M.Si )
Nip:

garam dapur

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan sehari-hari memang begitu banyak melibatkan bahan-bahan kimia, baik dalam bentuk makanan, produk industri, alat-alat rumah tangga bahkan sampai obat-obatan untuk kesehatan. Namun tak jarang ada beberapa bahan kimia yang masih kurang layak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, entah itu karena pengolahannya yang kurang baik, ataupun kemurniannya yang belum sesuai dosis kesehatan manusia.
Dalam ilmu kimia, proses pemisahan digunakan untuk mendapatkan dua atau lebih produk yang lebih murni dari suatu campuran senyawa kimia. Sebagian besar senyawa kimia ditemukan di alam dalam keadaan yang tidak murni. Biasanya, suatu senyawa kimia berada dalam keadaan tercampur dengan senyawa lain. Untuk beberapa keperluan seperti sintesis senyawa kimia yang memerlukan bahan baku senyawa kimia dalam keadaan murni atau proses produksi suatu senyawa kimia dengan kemurnian tinggi, Proses pemisahan perlu dilakukan.
Salah satu contoh senyawa kimia yang dimurnikan adalah pada pemurnian garam natrium klorida (NaCl), garam ini sangat familiar di masyrakat dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai penambah cita rasa makanan, juga sebagai bahan pengawet. Tetapi dalam proses pembuatannya sangatlah tradisional dan umumnya tanpa melalui uji kualiti kontrol laboratorium kimia, tentunya dalam garam-garam natrium klorida (NaCl) tradisional terdapat banyak zat-zat pengotor ataupun garam-garam klorida lainnya, dengan kata lain garam natrium klorida (NaCl) tidaklah murni.
Lewat pemaparan di atas maka perlulah dilakukan percobaan permurnian garam natrium kloririda (NaCl), yang dapat dilakukan dengan proses rekristalisasi garam.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari percobaan ini adalah bagaimana teknik pemurnian garam natrium klorida (NaCl)?

C. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini ialah untuk mengetahui teknik pemurnian garam natrium klorida (NaCl).

D. Manfaat Percobaan
Manfaat dari percobaan ini ialah dapat mengetahui teknik pemurnian garam natrium klorida (NaCl).





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Senyawa-senyawa natrium (Na) banyak yang merupakan kebutuhan pokok industri. Ditinjau dari kandungan natriumnya (Na), kebanyakan senyawa itu berasal dari garam biasa. Di lain pihak, natrium (Na) dapat pula dianggap hanya sebagai pembawa daripada anion yang lebih efektif dalam garam itu yang merupakan gugus yang lebih penting bagi industri yang bersangkutan. Sebagai contoh pada natrium sulfida (Na2S), bagian yang terpenting adalah sulfidanya. Demikian pula dalam hal natrium tiosulfat (Na2SO3) dan natrium silikat (Na2Si). Terkadang yang digunakan adalah garam kalium (K) yang sejenis, tetapi biasanya garam natrium (Na) lebih murah biaya pembuatannya, khusussnya untuk kemurnian yang memadai bagi keperluan industri. Garam dapat diperoleh dengan tiga cara yaitu penguapan air laut dengan sinar matahari di pesisir pasifik atau dari air danau asin di daerah barat, penambahan batuan garam (rock salt) dan dari sumur air garam (brines).
Natrium klorida (NaCl) mengkristal dalam bentuk kubus pusat muka (face centered cube, fcc). Untuk membayangkan bentuk ini perhatikan saja posisi salah satu ion-ion yang sama, ion-ion natrium (Na+) saja atau ion-ion klorida (Cl-) saja pada sistem satu unit sel kristal. Pada model kemas rapat natrium klorida (NaCl) terlihat delapan ion klorida (Cl-) (lingkaran terang-besar) menempati kedelapan sudut suatu kubus, enam ion klorida (Cl-) yang lain (lingkaran berbintik-besar) menempati ke enam pusat muka kubus ini. Jika kubus tersebut diperluas/diperpanjang dengan tambahan masing-masing satu muka lagi ke arah horizontal dan vertikal, maka akan terlihat bahwa setiap ion natrium (Na+) sesungguhnya menempati pusat setiap bangun oktahedron ion klorida (Cl-). Dengan demikian kristal natrium klorida (NaCl) dapat dikatakan mempunyai bangun kemas-rapat kubus pusat muka ion klorida (Cl-) dengan ion natrium (Na+) yang lebih kecil menempati rongga oktahedral. Selain itu, perluasan bangun ini juga akan memperlihatkan adanya bentuk kubus pusat muka yang dibangun oleh ion-ion natrium (Na+) seperti halnya dibangun oleh ion-ion klorida (Cl-). Oleh karena itu, kisi kristal natrium klorida (NaCl) merupakan dua kisi kubus pusat muka yang saling tertanam di dalamnya (interpenetrasi).
Garam dapur atau natrium klorida (NaCl). Zat padat berwarna putih yang dapat diperoleh dengan menguapkan dan memurnikan air laut. Juga dapat dengan netralisasi HCl dengan NaOH berair. NaCl nyaris tak dapat larut dalam alkohol, tetapi larut dalam air sambil menyedot panas, perubahan kelarutannya sangat kecil dengan suhu. Garam normal, suatu garam yang tak mengandung hidrogen atau gugus hidroksida yang dapat digusur. Larutan-larutan berair dari garam normal tidak selalu netral terhadap indikator semisal lakmus. Garam rangkap; yang terbentuk lewat kristalisasi dari larutan campuran sejumlah ekivalen dua atau lebih garam tertentu. Misalnya: FeSO4(NH4)2SO4.6H2O dan K2SO4Al4(SO4)3.24H2O. Dalam larutan, garam ini merupakan campuran berupa ion sederhana yang akan mengion jika dilarutkan lagi. Jadi, jelas berbeda dengan garam kompleks yang menghasilkan ion-ion kompleks dalam laruta.
Natrium klorida (NaCl) merupakan salah satu bahan yang banyak digunakan oleh masyarakat dalam pengolahan makanan dan bahan baku dalam berbagai industri kimia. Industri kimia yang paling banyak menggunakan natrium klorida (NaCl) sebagai bahan bakunya adalah industri klor alkali. Produk utama dari industri ini adalah klorin (Cl- ) dan natrium hidroksida (NaOH), yang banyak dibutuhkan oleh industri lain, seperti industri pulp dan kertas, tekstil, sabun dan pengolahan air limbah. Teknologi terbaru yang digunakan dalam industri klor alkali adalah elektrolisa larutan garam (brine). Teknologi ini digunakan karena harga bahan baku lebih murah, kemurnian produk lebih tinggi, tekanan dan temperatur operasinya rendah. Proses elektrolisa larutan garam umumnya menggunakan sel membran karena dibandingkan dengan sel diafragma dan sel merkuri, sel membran dapat menghasilkan produk elektrolisa dengan kemurnian lebih tinggi. Tetapi kelemahan dari sel membran itu sendiri adalah larutan garam yang diumpankan ke elektrolizer harus mempunyai kemurnian yang tinggi. Sampai saat ini pemisahan garam dari impuritasnya masih menjadi permasalahan yang cukup serius dalam industri klor alkali, terutama karena harus sering dilakukan penggantian sel membran dalam elektrolizer untuk dapat mengantisipasi kegagalan proses. Ada tiga macam pengaruh endapan terhadap membran, yaitu turunnya produksi akibat turunnya efisiensi membran, naiknya power listrik akibat naiknya tahanan membran dan turunnya umur membran.
Oleh karena itu diperlukan proses pemurnian larutan garam dari impuritasnya sebelum diumpankan ke elektrolizer. Proses pemurnian ini bertujuan untuk memaksimalkan efisiensi dari sel elektrolitik yang dilakukan dengan cara menghilangkan impuritas seperti ion kalsium (Ca2+) dan magnesium (Mg2+) yang terdapat dalam larutan garam. Impuritas-impuritas tersebut dapat bereaksi dengan ion karbonat (CO32-) sehingga akan membentuk endapan putih yaitu kalsium karbonat (CaCO3). Endapan-endapan yang terbentuk akan menutupi permukaan membran sehingga akan menghambat penyeberangan ion natrium (Na+) dari anoda ke katoda. Baku mutu larutan garam sebagai umpan elektrolizer adalah natrium klorida (NaCl) 300 ± 20 gram/ liter, ion kalsium (Ca2+) 10 ppm. Untuk penghilangan impuritas dari produk garam dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan resin penukar ion. Akan tetapi proses ini memerlukan biaya yang besar untuk biaya pembelian dan regenerasi resin. Oleh karena itu digunakan senyawa kimia yaitu natrium karbonat (Na2CO3) yang harganya lebih murah. Dengan penambahan natrium karbonat (Na2CO3) dalam larutan garam akan terbentuk endapan kalsium karbonat (CaCO3) yang nantinya akan dipisahkan dalam larutan sehingga ion kalsium (Ca+) yang masih tersisa dalam larutan akan memenuhi baku mutu sebagai umpam elektroliser.
Klorida adalah ion yang terbentuk sewaktu unsur klor mendapatkan satu elektron untuk membentuk suatu anion (ion bermuatan negatif) Cl−. Garam dari asam hidroklorida HCl mengandung ion klorida; contohnya adalah garam meja, yang disebut Natrium klorida dengan rumus kimia NaCl. Dalam air, senyawaini terpecah menjadi ion Na+ dan Cl−. lebih atom klornya memiliki ikatan kovalen dalam molekul. Ini berarti klorida dapat berupa senyawa anorganik maupun organik. Contoh paling sederhana dari suatu klorida anorganik adalah hydrogen klorida(HCl), sedangkan contoh sederhana senyawa organik (suatu organoklorida) adalah klorometana(CH3Cl), atau sering disebut metil klorida.
Secara mendasar, proses pemisahan dapat diterangkan sebagai proses perpindahan massa. Proses pemisahan sendiri dapat diklasifikasikan menjadi proses pemisahan secara mekanis atau kimiawi. Pemilihan jenis proses pemisahan yang digunakan bergantung pada kondisi yang dihadapi. Pemisahan secara mekanis dilakukan kapanpun memungkinkan karena biaya operasinya lebih murah dari pemisahan secara kimiawi. Untuk campuran yang tidak dapat dipisahkan melalui proses pemisahan mekanis (seperti pemisahan minyak bumi), proses pemisahan kimiawi harus dilakukan.
Proses pemisahan suatu campuran dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode pemisahan yang dipilih bergantung pada fasa komponen penyusun campuran. Suatu campuran dapat berupa campuran homogen (satu fasa) atau campuran heterogen (lebih dari satu fasa). Suatu campuran heterogen dapat
mengandung dua atau lebih fasa: padat-padat, padat-cair, padat-gas, cair-cair, cairgas, gas-gas, campuran padat-cair-gas, dan sebagainya. Pada berbagai kasus, dua atau lebih proses pemisahan harus dikombinasikan untuk mendapatkan hasil
pemisahan yang diinginkan.
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat dimana zat-zat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu jika suhu diperbesar. Karena konsentrasi total biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin, maka konsentrasi yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap. Peristiwa rekristalisasi berhubungan dengan reaksi pengendapan.
Peristiwa rekristalisasi berhubungan dengan reaksi pengendapan. Endapan merupakan zat yang memisah dari satu fase padat dan keluar ke dalam larutannya. Endapan terbentuk jika larutan bersifat terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan suatu endapan merupakan konsentrasi molal dari larutan jenuhnya. Kelarutan bergantung dari suhu, tekanan, konsentrasi bahan lain yang terkandung dalam larutan dan komposisi pelarutnya.
Pada dasarnya pembuatan garam dari air laut terdiri dari langkah-langkah
proses pemekatan (dengan menguapkan airnya) dan pemisahan garamnya (dengan kristalisasi). Bila seluruh zat yang terkandung diendapkan/dikristalkan akan terdiri dari campuran bermacam-macam zat yang terkandung, tidak hanya Natrium Klorida yang terbentuk tetapi juga beberapa zat yang tidak diinginkan ikut terbawa (impurities). Proses kristalisasi yang demikian disebut “kristalisasi total”.
Bila terjadi kristalisasi komponen garam tersebut diatur pada tempat-tempat yang berlainan secara berturut-turut maka dapatlah diusahakan terpisahnya komponen garam yang relatif lebih murni. Proses kristalisasi demikian disebut kristalisasi bertingkat. Untuk mendapatkan hasil garam natrium klorida yang kemurniannya tinggi harus ditempuh cara kristalisasi bertingkat, yang menurut kelakuan air laut, tempat kristalisasi garam (disebut meja garam) harus mengkristalkan air pekat dari 25°Be sehingga menjadi 29°Be, sehingga pengotoran oleh gips dan garam-garam magnesium dalam garam yang dihasilkan dapat dihindari/dikurangi.
Kristalisasi merupakan metode pemisahan untuk memperoleh zat padat yang terlarut dalam suatu larutan. Dasar metode ini adalah kelarutan bahan dalam suatu pelarut dan perbedaan titik beku. Kristalisasi ada dua cara yaitu kristalisasi penguapan dan kristalisasi pendinginan. Contoh proses kristalisasi dalam kehidupan sehari-hari adalah pembuatan garam dapur (NaCl) dari air laut. Mula-mula air laut ditampung dalam suatu tambak, kemudian dengan bantuan sinar matahari dibiarkan menguap. Setelah proses penguapan, dihasilkan garam dalam bentuk kasar dan masih bercampur dengan pengotornya, sehingga untuk mendapatkan garam yang bersih diperlukan proses rekristalisasi (pengkristalan kembali) Contoh lain adalah pembuatan gula putih dari tebu. Batang tebu dihancurkan dan diperas untuk diambil sarinya, kemudian diuapkan dengan penguap hampa udara sehingga air tebu tersebut menjadi kental, lewat jenuh, dan terjadi pengkristalan gula. Kristal ini kemudian dikeringkan sehingga diperoleh gula putih atau gula pasir.
Teknik ini melibatkan pelarutan padatan kotor dalam volume minimum pelarutan panas dan penyaringan untuk memindahkan pengotor yang tidak larut. Hasil larutan jenuh panas dari pada senyawa, bersama dengan suatu pengotor larut. Diatur sedemikian sehingga dingin pelan-pelan, dimana kristal senyawa murni yang terbentuk akan terpisah dari larutan. Larutan yang tersisa setelah kristalisasi biasanya disebut mother liquor. Proses kristalisasi adalah suatu proses kesetimbangan molekul dalam larutan ada dalam kesetimbangan dengan kisi-kisi kristalnya. Karena kisi-kisi kristal lebih teratur, berbeda dengan molekunya, seperti pengotor, akan dikeluarkan dari kisi-kisi dan akan kembali dalam kisi-kisi kristal dan pengotornya akan kembali kelarutan. Untuk berhasilnya kristalisasi, larutan harus dibiarkan dingin dengan pelan-pelan, dan proses kesetimbangan dimana pengeluaran pengotor dibiarkan terjadi. Jika larutan didinginkan dengan cepat, molekul-molekul pengotor diperangkap atau terliputi di dalam pertumbuhan kisi-kisi kristal yang tepat. Pembentukan padatan yang cepat dari larutan adalah pengendapan dan tidak sama dengan kristalisasi.
Kristal adalah suatu padatan yang atom, molekul, atau ion penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya berulang melebar secara tiga dimensi. Kristal adalah benda padat yang mempunyai permukaan-permukaan datar. Karena banyak zat padat seperti garam, kuarsa, dan salju ada dalam bentuk-bentuk yang jelas simetris, telah lama para ilmuwan menduga bahwa atom, ion ataupun molekul zat padat ini juga tersusun secara simetris.
Secara umum, zat cair membentuk kristal ketika mengalami proses pemadatan. Pada kondisi ideal, hasilnya bisa berupa kristal tunggal, yang semua atom-atom dalam padatannya "terpasang" pada kisi atau struktur kristal yang sama, tapi, secara umum, kebanyakan kristal terbentuk secara simultan sehingga menghasilkan padatan polikristalin. Misalnya, kebanyakan logam yang kita temui sehari-hari merupakan polikristal.
Struktur kristal yang akan terbentuk dari suatu cairan tergantung pada kimia cairannya sendiri, kondisi ketika terjadi pemadatan, dan tekanan ambien. Proses terbentuknya struktur kristalin dikenal sebagai kristalisasi. Kristal bismut.Meski proses pendinginan sering menghasilkan bahan kristalin, dalam keadaan tertentu cairannya bisa membeku dalam bentuk non-kristalin. Dalam banyak kasus, ini terjadi karena pendinginan yang terlalu cepat sehingga atom-atomnya tidak dapat mencapai lokasi kisinya. Suatu bahan non-kristalin biasa disebut bahan amorf atau seperti gelas. Terkadang bahan seperti ini juga disebut sebagai padatan amorf, meskipun ada perbedaan jelas antara padatan dan gelas. Proses pembentukan gelas tidak melepaskan kalor lebur jenis (Bahasa Inggris: latent heat of fusion). Karena alasan ini banyak ilmuwan yang menganggap bahan gelas sebagai cairan, bukan padatan.
Kemudahan suatu endapan dapat disaring dan dicuci tergantung sebagian besar pada struktur morfologi endapan, yaitu bentuk dan ukuran-ukuran kristalnya. Semakin besar kristal-kristal yang terbentuk selamaberlangsungnya pengendapan, makin mudah mereka dapat disaring dan mungkin sekali (meski tak harus) makin cepat kristal-kristal itu akan turun keluar dari larutan, yang lagi-lagi akan membantu penyaringan. Bentuk kristal juga penting. Struktur yang sederhana seperti kubus, oktahedron, atau jarum-jarum sangat menguntungkan, karena mudah dicuci setelah disaring. Kristal dengan struktur yang lebih kompleks, yang mengandung lekuk-lekuk dan lubang-lubang, akan menahan cairan induk (mother liquid), bahkan setelah dicuci dengan seksama. Dengan endapan yang terdiri dari kristal-kristal demikian, pemisahan kuantitatif lebih kecil kemungkinannya bisa tercapai.
Endapan merupakan zat yang memisah dari satu fase padat dan keluar ke dalam larutannya. Endapan terbentuk jika larutan bersifat terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan suatu endapan merupakan konsentrasi molal dari larutan jenuhnya. Kelarutan bergantung dari suhu, tekanan, konsentrasi bahan lain yang terkandung dalam larutan dan komposisi pelarutnya.



BAB III
METODE PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat
Waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ini afalah sebagai berikut :
Hari : Senin, 06 Juni 2011
Waktu : Pukul 08.00- 10.30 WITA
Tempat : Laboratorium Kimia Anorganik, Fakultas sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar.

Alat dan Bahan
Alat
Alat yang digunakan padsa praktikum ini adalah sebagai berikut:
Pembakar bunsen 2 Buah
Gelas kimia 400 mL 1 Buah
Erlemeyer 250 mL 1 Buah
Corong 1 Buah
Gelas ukur 50 mL 1 Buah
Pipet volume 5 mL 1 buah
Cawan 1 Buah
Batang pengaduk 1 Buah
Kaki tiga 2 Buah
Kasa asbes 2 Buah
Pipet tetes 1 Buah
Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
Aquadest (H2O)
Air laut
Barium hidroksida [Ba(OH)2} 0,1 M
Kalsium oksida (CaO)
Garam dapur
Asam klorida (HCl) 0,1 N
Amonium karbonat [(NH4)2CO3] 1 M
Lakmus biru dan merah

Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
Perlakuan awal
Memanaskan aquadest sebanyak 250 ml dalam gelas beaker yang telah ditimbang, sampai mendidih untuk beberapa saat, menimbang 40 gram garam dapur.
Memasukkan air panas ke dalam garam, kemudian memanaskannya lagi sampai mendidih, kemudian menyaringnya.
Kristalisasi melalui penguapan
Menambahkan 1 gram kalsium oksida (CaO) ke dalam larutan.
Menambahkan setetes demi setetes Ba(OH)2 sampai tidak terbentuk lagi endapan.
Secara terus menerus setetes menambahkan 30 gram per liter (NH4)2CO3.
Menyaring larutan dan menetralkan filtratnya dengan HCl encer, menguji dengan kertas lakmus.
Menguapkan larutan sampai kering, sehingga diperoleh Kristal NaCl yang berwarna lebih putih daripada garam dapur asal.
Menimbang Kristal dan menghitung rendemen rekristalisasi NaCl yang telah dilakukan















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Pada air laut
Air laut 100 mL dipanaskan larutan (tak berwarna) disaring filtrat air laut + CaO 0,1 g → larutan (tak berwarna) + Ba(OH)2 0,1 M → larutan (tak berwarna) + HCl 0,1 M (hingga netral) → larutan (tak berwarna) uapkan kristal garam timbang 3,7249 g NaCl.

Pada larutan garam
Aquades 100 mL dipanaskan larutan (tak berwarna) + 40 g garam dapur → larutan + CaO 0,1 g → larutan (tak berwarna) + Ba(OH)2 0,1 M → larutan (tak berwarna) + HCl 0,1 M (hingga netral) → larutan (tak berwarna) disaring larutan (tak berwarna) diuapkan kristal garam timbang 15,7650 g NaCl.

B. Analisa data
Dik Berat awal = 40 gram
Berat akhir = 15,760 gram
Dit Berat rendemen..?
Penyelesaian
Berat rendemen = (Berat akhir)/(Berat awal) x 100 %
=(15,760 gram)/(40 gram) x 100 %
= 3,94 %

C. Reaksi
NaCl + H2O → Na+ + Cl-
Na+ + Cl- + CaO + Fe2+ → NaCl + Fe(OH)
CaCl2 + Ba(OH)2 → BaCl2 + Ca(OH)2
BaCl2 + (NH4)2CO3 → 2NH4Cl + BaCO3

D. Pembahasan
Pada percobaan pemurnian garam dapur ini yaitu menggunakan metode rekristalisasi. Metode rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang banyak digunakan, dimana zat-zat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Natrium klorida (NaCl) merupakan komponen utama penyusun garam dapur. Komponen lainnya merupakan pengotor biasanya berasal dari ion-ion kalsium (Ca2+) dan magnesium (Mg2+)
Percobaan ini dapat diamati pada garam kasar akan dilarutkan ke dalam air panas. Sehingga natrium klorida (NaCl) akan terionisasi dalam air. Kemudian larutan tersebut dipanaskan sampai mendidih agar garam natrium klorida (NaCl) lebih larut sempurna, setelah dipanaskan larutan tersebut disaring. Pada proses kristalisasi, dapat dilihat pada penambahan kalsium oksida (CaO) pada filtratnya, fungsi penambahan kalsium oksida (CaO) tersebut yaitu untuk mengikat pengotor yang ada pada garam dapur. Selanjutnya larutan tersebut ditambahkan barium hidroksida [Ba(OH)2] tetes demi tetes sampai tidak terbentuk endapan. Fungsi penambahan barium hidroksida [Ba(OH)2] yaitu untuk melarutkan garam kalsium klorida (CaCl2) yang terbentuk dari penambahan kalsium oksida (CaO) dan membentuk garam barium klorida (BaCl2). Penambahan terakhir yaitu pelarut amonium karbonat (NH4)2CO3 secara terus menerus tetes demi tetes sampai seluruh ion kalsium (Ca2+) dan logam lain mengendap membentuk garam kalsium karbonat (CaCO3), hingga tidak terbentuknya lagi endapan tersebut. Setelah penambahan ketiga pelarut tersebut, maka larutan itu disaring dengan tujuan untuk memisahkan zat-zat pengotor yang terikat dengan pelarut sehingga tersuspensi. Filtrat yang dihasilkan dari penyaringan tersebut dinetralkan dengan asam klorida (HCl) karena larutan garam sudah bersifat basa akibat dari penambahan barium hidroksida (Ba(OH)2) yang berlebih dan terbentuknya amonium hidroksida (NH4OH) sehingga larutan tersebut dinetralkan agar dapat beraksi. Untuk menguji kenetralan larutan itu, dapat menggunakan kertas lakmus. Setelah larutan netral, maka larutan garam tersebut dipanaskan sehingga diperoleh kristal natrium klorida (NaCl) murni yang berwarna lebih putih dari pada garam asal. Karena melalui pemanasan serta pelarutan menyebabkan ikatan-ikatan antar ion (pengotor) dalam kisi kristal sebagian besar putus dan tidak lagi terdapat dalam bentuk bongkahan.
Berat natrium klorida yang diperoleh setelah pemanasan yaitu sebesar 15,760 gram dan persentase (%) rendamen natrium klorida (NaCl) yang diperoleh yaitu sebesar 3,94 %.
Selanjutnya proses kristalisasi pada air laut bahan-bahan yang digunakan juga sama pada larutan garam. Perlakuan awal yang dilakukan yaitu memanaskan air laut hingga mendidih kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring, selanjutnya menambahkan kalsium oksida (CaO) pada filtratnya. funsi dari penambahan kalsium oksida (CaO) yaitu untuk mengikat pengotor yang ada pada larutan.
Selanjutnya larutan tersebut ditambahkan barium hidroksida [Ba(OH)2] tetes demi tetes sampai tidak terbentuk endapan. Fungsi penambahan barium hidroksida [Ba(OH)2] yaitu untuk melarutkan endapan pada larutan. Penambahan terakhir yaitu pelarut amonium karbonat (NH4)2CO3 secara terus menerus tetes demi tetes sampai seluruh ion kalsium (Ca2+) dan logam lain mengendap membentuk garam kalsium karbonat (CaCO3), hingga tidak terbentuknya lagi endapan tersebut. Setelah penambahan ketiga pelarut tersebut, maka larutan itu disaring dengan tujuan untuk memisahkan zat-zat pengotor yang terikat dengan pelarut.
Filtrat yang dihasilkan dari penyaringan tersebut dinetralkan dengan asam klorida (HCl) karena larutan garam sudah bersifat basa akibat dari penambahan barium hidroksida (Ba(OH)2) yang berlebih dan terbentuknya amonium hidroksida (NH4OH) sehingga larutan tersebut diusahakan netral agar dapat beraksi. Untuk menguji kenetralan larutan tersebut, dapat menggunakan kertas lakmus. Setelah larutan netral, maka larutan garam tersebut diuapkan hingga kering sehingga diperoleh kristal natrium klorida (NaCl) murni yang berwarna lebih putih.

Garam dapur sebelum pemurnian Garam dapur setelah pemurnian

















BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa rendamen yang diperoleh setelah rekristalisasi ialah sebesar 3,94 %.

B. Saran
Saran untuk percobaan ini adalah sebaiknya untuk melakukan pemurnian garam dapur (NaCl) dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut yang lain seperti natrium karbonat (Na2CO3).















DAFTAR PUSTAKA


Austin, George T. Shreve’s Chemical Process Industries (Industri Proses Kimia), terj. E. Jasjfi, edisi revisi, Cet.1, Jakarta: Erlangga. 1996.

Keenan, C.W. Kimia untuk Universitas Jilid 2. Jakarta: Erlangga. 1999.

Kristal. 2011. http://id.wikipedia.org/wiki/kristal. (4 Juni 2011).

Lesdantina, Dina. “Seminar Tugas Akhir S1 Teknik Kimia UNDIP”, Pemurnian NaCl dengan Menggunakan Natrium Karbonat, Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik, Universitas Diponegoro Tembalang Semarang (2009). http\\:www.clicktoconvert.com (30 Maret 2010).

Lindawati. “Pengaruh Waktu Penyimpanan dan Pemanasan Terhadap Kadar Iodium Dalam Garam Beriodium”. Semarang: Universitas Negeri Semarang. 2006.

Panjaitan, Rumintang Ruslinda. “Research Of Chloride Test In Sulphate Acid Commodity”. Yogyakarta: UGM Yogyakarta. 2008.

Pemisahan Campuran. 2009. http://www.wikipedia.pemisahan.com. (4 Juni 2011).

Purbani, Dini. Proses Pembentukan Kristalisasi Garam, www.http://kristalisasi.html, 2008. (4 Juni 2011).

Salim, “rekristalisasi”. http:// rekristalisasi/agus_salim.htm, 02/03/2009 (12 Mei 20011).

Sugiarto, Kristian Handoyo. Kimia Anorganik II. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. 2001.

Zenta, Firdaus, Teknik Laboratoriun Kimia Organik (Makassar: Jurusan kimia FMIPA Universitas Hasanuddin,1990),


LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktikum Kimia Anorganik dengan judul “Pemurnian Garam Dapur”, yang disusun oleh:
Nama : Nurfitriani
Nim : 60500108013
Kelompok : III (Tiga)
telah diperiksa dengan teliti oleh asisten / koordinator asisten, maka dinyatakan diterima.
Samata, Juni 2011
Koordinator Asisten Asisten

( Anna Handayani. S.Si ) ( Kurnia Ramadani. S.Si )



Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab



( SYAMSIDAR HS, S.T.,M.Si )
Nip: